Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebaran Islam di Kecamatan Jatinom, Klaten, sangat terkait dengan peran Ki Ageng Gribig. Apalagi, ia juga melestarikan tradisi budaya sebaran kue apem atau Tradisi Yaa Qowiyyu. Namun, apa saja warisan dan pengaruh yang ditinggalkannya?

Di Kelurahan Jatinom, Kecamatan Jatinom, terdapat sebuah masjid yang berdiri di tengah-tengah pemukiman warga. Meski tampak modern dari luar, bangunan utama masjid ini memiliki arsitektur tradisional Jawa. Masjid yang bernama Masjid Alit ini merupakan peninggalan Ki Ageng Gribig.
Menurut Mohammad Daryanta, Sekretaris Pengelola Pelestari Peninggalan Ki Ageng Gribig (P3KAG) Jatinom, Masjid Alit adalah bangunan pertama yang dijadikan tempat ibadah di Kecamatan Jatinom. Masjid ini dibangun oleh ulama terkemuka Ki Ageng Gribig bersama para santrinya pada abad 16 hingga 17.
“Mengingat bangunan utama masjid sudah diakui sebagai cagar budaya, maka harus tetap dipertahankan. Jika terjadi kerusakan, harus segera dilaporkan ke pihak berwenang,” kata Daryanta pada Minggu (16/4/2023).
Daryanta menjelaskan bahwa bangunan utama masjid memiliki ukuran 8 meter x 8 meter dengan kapasitas maksimal 30 jamaah untuk melaksanakan salat.
Selain Masjid Alit, Peninggalan Ki Ageng Gribig yang lain adalah tradisi Yaa Qowiyyu. Tradisi ini digunakan sebagai media dakwah dengan cara yang lembut melalui pendekatan budaya lokal.
“Semasa hidupnya, Ki Ageng Gribig sempat menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama Sultan Agung. Setelah pulang dari Makkah, ia membawa kue sebagai oleh-oleh yang dibagikan kepada murid-muridnya. Karena muridnya banyak dan kue yang dibawa tidak cukup, Ki Ageng Gribig meminta istrinya untuk membuat kue apem,” kata Daryanta.
Hingga saat ini, tradisi sebaran kue apem tetap diadakan setiap tahun di Jatinom, terutama pada Jumat tanggal 15 di bulan Sapar menurut penanggalan Jawa, dan diadakan di Lapangan Sendang Klampeyan. Tradisi ini sudah berlangsung selama 4 abad lamanya.
Hari Wahyudi, Humas Komunitas Pegiat Cagar Budaya (KPCB) Kabupaten Klaten, menjelaskan bahwa peninggalan Ki Ageng Gribig terkait dengan penyebaran Islam dan budaya tradisi. Beberapa di antaranya adalah Masjid Alit, Masjid Gedhe Jatinom, makam Ki Ageng Gribig, Lapangan Klampeyan yang meliputi sendang, menara penyebaran kue apem, dan panggung. Di kompleks tersebut juga terdapat Gua Suran, Sumber Suran, dan Langgar Suran.
Hari Wahyudi juga menjelaskan bahwa dakwah Islam di Jatinom diperkirakan dimulai pada masa Sultan Agung yang berfokus pada penyebaran ajaran Islam. Pada saat itu, muncul banyak ulama di berbagai daerah, salah satunya adalah Ki Ageng Gribig.